Ujian hidup silih berganti. Ada beban sosial yang nggak terlihat yang kami bawa sebagai anak pertama dan menjadi sandwich generation. Pasca keluarga kami habis-habisan menyekolahkan kami, kini saatnya kami sedikit demi sedikit balik membantu keluarga. Walau tidak akan pernah terbalaskan, tapi kami ridha melakukannya. Kami saling berbagi, saling memberikan dukungan, juga saling mengerti. Di episode hidup ini, kami saling mengajari untuk berlapang dada, meluaskan hati, serta ridha atas hal-hal yang sulit kami kendalikan. Ada kalanya kami saling pulling away saat hidup terasa terlalu berat, tapi kami selalu kembali, sadar bahwa saat kami memilih bertahan untuk satu sama lain, kami mau menemani prosesnya, bukan hanya sekedar menunggu hasilnya. Kami terus tumbuh, kali ini pada cinta yang dewasa, yang sabar saat melihat satu sama lain jatuh-bangun melewati banyak peristiwa hidup. Hubungan sehat itu kami bangun bersama.

Memasuki durasi hubungan yang cukup lama, kami semakin mengerti arah hubungan ini akan kemana. Kami membuat list yang harus kami ceklis sebelum menikah: pr dalam regulasi emosi, piramida keuangan, menyiapkan ilmu menjadi pasangan suami istri dan orang tua, serta ilmu parenting. Kami mengikuti sekolah pra-nikah, membaca buku, dan mengejar pos-pos keuangan yang masih bolong-bolong. Kami selesaikan satu per satu dengan berkesadaran, tidak memaksakan menikah sebelum pr itu selesai. Setelah menyelesaikan marriage preparation, kami baru memikirkan wedding preparation. Kami memohon maaf jikalau ada banyak kekurangan, semoga keberkahan hidup selalu mengiringi langkah kitas.